Minggu, 22 Agustus 2010

Merpati tak sampai

Hukum kehidupan punya nyali sama pencuri keadilan
Kasih merpati seputih harapan tak berjudi
Oh nasib mennggulingkan semua kenyataan dalam penjajahan
Lukisan tangisan rakyat itu hal yang biasa saja
Aku tercengan pada langit biru waktu wajar tiba
Rasa iba ter gambarkan oleh rintihan mereka




Tisu putih keadilan


Oh Tuhan mengapa Engkau melukiskan dan me kotorkan tisu keadilan
Riwayat tisu keadialan jatuh dalam tangan musuh
Betapa kebocoran sifat munafik meluber sampai ke tisu keadialan
Tak semua orang peduli akan kesucian tisu putih keadilan dalam comberan korupsi anak bangsa keadilan
Dalam doa perjalananku sendiri Tuhan, merencanakan hayat bangsa dalam bunga-bunga kebahagian dan damai



Pemimpin membisu


Antek –antek korupsi lepas begitu saja
Ufuk kpk hanya embun bagi bangsa ini yang sudah merdeka
Oh kau pemimpin kau bimbang pada kewajiban ini
Buih-buih kelaparan penghuni orang tak berdosa










Paris
Oh paris, lukisan dunia dan megah gemita

Buih keindahan dan mahal di sandra disana

Tak ikhlas , jika aku menurun impianku kesana

Butir lampu bak, dipuja dalam keajaiban lovester

Kilang-kilang dolars memuja warga dunia dalam malam sejuta imagnie

Wahana karunia membawa alam aneh

Bibir dan hati tak bisa berkata-kata

Hanya ada kebahagian mungil dan hanya Satu dalam ingatan sejenak








Tangisan luka


Aku pupus dalam perjalanan menuju Roma
Sahaya aku berdoa dalam luka-luka bertubir
Kerinduan akan bahagia, aku lari dalam impianku yang aneh
Butir-butir doa , aku gelisah tuk mewujudkan impian yang masam

Aku telah tua dalam menyandra diriku sendiri
Telah ku lewati aneka, masa-masa yang indah ini
Aku tenggelam dalam perahu karam






Buah bibir dalam nasubariku

Aku seolah teronngok dalam kisah penuh duri derita
Wajahku penuh lumpur darah
Aku meringkuk dalam penjara masa remajaku

Tersengat oleh sastraku berkumandang, dalam ahkir-ahkir ini
Jiwa terhempas dalam dunia yang tiada batasnya






Niat yang seonggok kata dusta

Aku tak pernah sekecil pun cemburu
Luka lama , masih ada
Aku terkena lepra yang ganas
Oh dunia yang murung, mengapa ini harus terjadi!!
Sepintah aku ingat sesosok ibu yang membimbingku
Curhatan hati paling mendalam
Aku seorang bengis dalam segala hal

Seorang kurus badan dan miskin tak perlu di beri upah
Dalam pikiranku penuh kata-kata dusta
Sayang, aku tertidur dalam waktu yang tak lama
Neraka dan dusta bersahabat dalam perjalanan hidupku
Aku hanya tinggalan tulang-tulang saja,
Perutku menuai hamparan dusta




Batu nisan sejuta rakyat

Oh negara tumbuh dalam batu nisan sejuta rakyat

Kelaparan dan kejahatan perut menanti di sana

Sang jagal koruptor menari-nari sambil berkabung

Angin sepoi-sepoi tak ubahnya

Kemiskinan dan sakit jiwa adalah malaikat kaya kelambu-kelambu penjajahan

Mata-mata rakyat sayup-sayup dan bergeming dalam lara negeri ini

Wakil-wakil tikus berdasi , mecurahkan mayat-mayat rakyat tidak berdosa













Semenajung harapan

Bangsa ini menanti semenajung harapan abadi
Disana terukir cita-cita yang tak bisa di gadaikan apapun
Semenajung harapan telah ter cemar oleh anak bangsa yang mekianati janji-janji jiwa besar
Hingga saat ini karam dalam berlabuh
Mata angin sudah sangat jelas arahnya
Oh rasanya terpendam dalam lautan luas
Bila kita menemukkan kembali apa kita bisa melapaui medarah dalam satu atau berpuluh tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar